Tuesday 5 March 2013

Rock Painting di Indonesia : sebuah gambaran umum


Rock Painting di Indonesia: sebuah gambaran umum
Oleh: Dodi Chandra, Mahasiswa Arkeologi FIB  UI

Manusia prasejarah tidak hanya meninggalkan sisa-sisa kegiataanya yang berbentuk artefak saja tapi juga meninggalkan karya seni lukis yang diterakan pada dinding gua tempat huniannya. Dalam masa prasejarah kehidupan manusia sudah menunjukkan kreasi manusia dalam menghadapi tantangan alam serta lingkungannya. Dengan kemampuannya dalam beradaptasi tersebut mereka berhasil menaklukan lingkungan serta mampu memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, antara lain dengan cara berburu.
 Hasrat dan keinginan manusia untuk mengekspresikan keindahan, muncul ketika manusia mulai hidup semi menetap di dalam gua-gua.  Seni Cadas atau lukisan gua itu dibuat ketika kehidupan manusia sudah menetap, karena ketika manusia prasejarah masih nomaden (berpindah-pindah tempat) keselamatan relatif tidak terjamin, sehingga lukisan tidak ditemukan.  Ekspresi keindahan tersebut, dituangkan oleh manusia prasejarah  dalam bentuk seni lukis  yang diterapkan pada dinding gua, dinding batu atau karang. Media  yang digunakan oleh manusia prasejarah untuk melukis adalah media-media yang mudah dan tanpa melakukan usaha lagi untuk mendapatkannya. Maka media lukis tersebut kebanyakan adalah dinding gua atau karang. Karena selain sebagai tempat tinggal, pada masa prasejarah dinding-dinding gua digunakan sebagai media untuk mengekspresikan pengalaman, perjuangan dan harapan hidup manusia dalam bentuk lukisan gua
Persebaran lukisan gua ini tersebar diseluruh Indonesia dan umumnya terdapat di gua-gua tropis. Karena pada masa berburu dan meramu gua-gua tropis adalah tempat yang nyaman bagi manusia purba dan juga didukung dengan ketersediaan bahan makanan di daerah tropis yang cukup. Pada awalnya kebanyakan dari penemuan lukisan gua tersebut  terdapat di daerah Indonesia Timur seperti: Iriannya, pulau Seram, pulau Kei, Sulawesi, Flores. Namun,  sekarang lukisan juga terdapat diderah Kalimantan timur. penemuan tersebut berupa gambar-gambar telapak tangan, figure manusia dan binatang. Ini  mungkin  terjadinya difusi seni lukisan gua dari daerah timur ke daerah barat Indonesia tapi itu semua harus dibuktikan dan perlu penulurusan lebih lanjut agar dapat membuktikan itu semua. Tidak hanya di wilayah Indoensia lukisan gua bisa berkembang  namun, ternyata juga  berkembang pula di luar Indonesia seperti; di Eropa misalnya di Italia, Sepanyol, Perancis dan di Afrika. Di wilayah Asia misalnya terdapat di India, Thailand dll, serta di Australia. Lukisan yang terdapat di beberapa negara tersebut diperkirakan sebagai hasil kebudayaan masyarakat yang hidup berburu dan mengumpulkan makanan pada tingkat sederhana hingga tingkat lanjut. Keberadaan Seni Cadas di luar Indonesia menandakan bahwa kebudayaan yang berkembang di Indonesia tidak jauh berbeda dengan kebudayaan yang berkembang di belahan dunia lain.
                Seni cadas atau lukisan gua (rock art) adalah suatu gambar, motif dan desain yang dibuat pada permukaan batuan alamiah yang tidak bergerak, seperti permukaan tebing, dinding goa dan bongkahan batu besar.  Defenisi yang lebih luas lagi mengenai rock art itu sendiri adalah lukisan yang dibuat dengan cara: melukis dan menggambar (pictographs), seperti lukisan (paintings), gambar (drawings), dan cetakan (stencilings). Selanjutnya dengan cara menggores atau menoreh (petroglyps), seperti lukisan (engravings), goresan (incisings), dan cungkilan (gougings).
Sebagai peninggalan masa prasejarah memiliki arti dan nilai yaitu: berfungsi sebagai  bentuk karya seni, ushaha untuk mengekspresikan keindahan alam, simbol, lambang-lambang visual, pengalaman, perjuangan, harapan hidup, dan mungkin juga sebagai bahasa yang hendak dikomunikasikan kepada generasinya, khususnya komunitas mereka yang mengggunakan gua sebagai tempat hunian pada masa lampau.
                Lukisan gua secara umum dibuat dengan warna merah, hitam, putih, cokelat. Objek yang banyak dilukis antara lain  berupa: cap-cap tangan, babi rusa, binatang melata, perahu,kuda,  ikan, dsb. Objek-objek yang banyak dilukis tersebut secara umum adalah hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari manusia prasejarah pada saat itu. Termasuk pula di dalamnya fenomena alam seperti: awan, hujan, halilintar serta benda langit berbentuk matahari, bulan, dan bintang. Ini semua adalah bentuk aktualisasi manusia prasejarah terhadap apa yang ia lihat, rasakan dan ia lakukan. Karena dari penemuan artefak-artefak manusia purba banyak para ahli berpendapat bahwa manusia purba dengan adaptasi terhadap alam menyebabkan ia dapat memanfaatkan semua yang ada dilingkunganya. Bahkan, dengan banyaknya dan dominannya penemuan lukisan yang bermotif hewan, sehingga ada seorang ahli seni cadas yang layak menyebutnya sebagai seni hewan “animal art”.
                Meskipun ada istilah aminal art , rupanya tidak semua jenis hewan menjadi objek seni lukis, melainkan hanya beberapa saja yang dikenalnya sehari-hari atau hanya jenis-jenis yang sering diburunya saja seperti: kuda, babi, rusa. Ada juga beberapa jenis hewan lainnya yang mereka gambar namun tidak makan atau jarang dimakan, termasuk hewan melata dan serangga yaitu: beruang, singa, harimau, ular, lipan. Jenis-jenis makhluk yang digambarkan ini  mungkin hanya merupakan tanda peringatan kepada masyarakat setempat, bahwa hewan tersebut sangat berbahaya bagi manusia dan harus dihindari atau dibinasakan.
                Hasil seni prasejarah baik yang berupa seni lukis, relief, atau seni patung tidak hanya semata-mata unutk mengekspresikan keindahan atau perjuangan saja tetapi memiliki pula nilai-nilai magis- religius (Sumiati AS 1984). Oleh karena itu, gaya karya seni prasejarah ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung penampilannya. Faktor itu antara lain adalah kepercayaan. Bertolak dari anggapan itu, maka hasil seni tersebut diatas dalam pengambarannya kurang memperhatikan ketepatan anatomi serta proporsinya, unsur yang diutamakan adalah simbolisnya, sehingga hasil seni prasejarah dalam pengambaran objek lebih menonjolkan arti simbolisnya, dari pada ketepatan anatomi dan proporsinya contoh pengambaran motif manusia.
                Motif manusia sering pula digambarkan antropomorfis dengan gaya kangkang atau motif manusia dengan kepala besar atau dengan genetalianya yang menonjol. Lukisan yang bersifat anthropomorfis atau perlambangan fisik manusia semata-mata dan secara umum dihubungkan dengan aspek magis. Bahkan sering pula manusia digambarkan dengan hanya diwakili oleh bagian-bagian tertentu dari tubuh manusia. Bagian- bagian tubuh manusia tersebut juga tidak sembarang, bagian yang dipilih adalah bagian-bagian yang memilki kekuatan magis lebih banyak bila dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. Yang mana bagian tersebut adalah mata dan muka. Namun, makna yang terkandung  pada lukisan gua, tergantung pada cara kita menempatkan objek dan juga tergantung pada lukisannya.. Seperti contoh  gambar cap tangan yang berwarna merah yang diletakkan di bagian yang tinggi, dalam dan sulit dijangkau, merupakan cap tangan nenek-moyang yang pertama kali datang ke gua tersebut. Sedangkan warna merah tersebut dilambangkan sebagai warna darah sebagai elemen kehidupan yang diyakini dapat menghidupkan kembali para arwah nenek-moyangnya di alam baka. Namun, tampaknya tidak cukup cap tangan saja tapi juga bagian-bagian tubuh manusia lainnya seperti cap kaki, mata, wajah dalam bentuk kedok atau topeng serta genital wanita, termasuk wujud manusia itu sendiri, dianngap memilki kekuatan magis. Motif wujud manusia itu sendir banyak ditemukan di gua Pulau Muna (Sulawesi Tenggara), yang tampil dengan peran manusia pemburu, prajurit, nelayanm peladang, dan penari bahkan ada dalam bentuk “manusia burung” yang dicirikan dengan cakar pada tangan dan kakinya. Motif penari ini juga terdapat gua Kobori, masyarakat berpendapat motif tersebut memilki kekuatan magis. Demikian pula motif genital wanita yang hanya dijumpai di gua Wa Bose yang diperkirakan memiliki kekuatan magis (kesuburan).
                Motif hewan banyak dijumpai dengan motif babi,rusa  dan kuda. Namun, diantara motif hewan juga ada yang dianggap mempunyai kekuatan magis, misalnya apabila pada tubuh terdapat suatu yang unik seperti gambar mata panah, mata tombak atau semacam luka, maka ini semua memberikan gambaran tentang adanya keyakinan terhadap unsur-unsur yang bersifat magis. Motif tersebut adalah seperti yang terdapat di gua Pattakere I yang mengambarkan seekor babi sedang melompat, dan pada bagian jantungnya tertera mata panah. Para ahli berpendapat bahwa lukisan tersebut mencerminkan adanya unsur magis dalam lukisan itu lebih tepatnya (kontak-magis) yang bermakna agar hasil buruannya bertambah banyak. Motif yang serupa juga ditemukan di gua Sakapao (Sulsesl), yang memilki motif cap tangan dengan bagian lengan bawahnya dan babi. Babi disini memiliki 2 keunikan yaitunya adanya goresan pada tubuh seekor babi yang menyerupai bekas luka yang kemudian dikaitkan dengan unsur religius (kesuburan). Motif lainya dari lukisan gua dapat kita temui di gua Lompoa yang memilki motif matahari, ikan perahu, dan bentuk geometrik, sedangkan yang unik adalah di gua Kassi yang memiliki motif kapak, mata bajak, dan ular. Motif yang lain adalah motif cap kaki yang satu-satunya ditemukan di gua Sumpang (Sulsesl), motif ini lali diindaksikan dengan upacara ketika anak mulai mampu berjalan untuk pertama kalinya.
                Lukisan adegan berburu yang termasuk”spektakuler” terdapat di gua Metanduno, menampilkan seorang pemburu sedang menancapkan tombaknya kepunggung seekor rusa, sementara 2 ekor anjing mangikutinya dari belakang. Lukisan ini memberikan kesan bahwa adanya unsur sosial-ekonomis, yaitu kegiatan berburu sendiri, dalam upaya membunuh rusa sebagai salah satu bahan pangannya.
                Seni cadas juga menampilakn motif flora atau tumbuhan hanya terdapat di gua Toko, pulau Muna. Motif flora tersebut adalah kelapa dan jagung. Para ahli menidentifikasi bahwa kelapa dan jagung merupakan 2 jenis tanaman  pangan yang mulai dibudidayakan pada masa bercocok tanam dan ini menandakan juga bahwa masyarakat sudah mengenal system pengolahan tanah sebagai lahan pertaniannya, baik kebun atau ladang.
                Lukisan yang tergolong unik juga terdapat di gua Wabose, Pulau Muna yang menampilkan motif genital atau kelamin wanita dengan tekhnik garis sederhana yang secara proporsional yang tidak menunjukan sosok manusia seutuhnya. Hal ini juga disimpulkan bahwa ada kaitannya dengan makna religis-magis yang mengandung kesuburan.
                Kesederhanaan lukisan dapat kita temui pada seni cadas yang terdapat Maluku dan Papua Barat. Lukisan ini lebih dipengaruhi oleh unsur-unsur religi-magis daripada unsur sosial-ekonomi. Seperti contoh lukisan di Pulau Kei, Maluku yang pada umumnya hanya dibuat garis luar saja (outline figure). Gaya ini mirip dengan lukisan yang terdapat di Pulau Seram, Papua Barat dan Timor Leste. Lukisannya memperlihatkan motif manusia dengan posisi jongkok, menari, berburu, berperang, memegang perisai, ada pula motif burung, perahu, matahri, bantuk geomterik yang memperlihatkan unsur religis-magis. Dan dapat disimpulkan pula bahwa luksian gua yang terdapat dalam gua Pulau Seram dan Kepulauan Kei yang menggambarkan tentang rites magic. Pembuatan lukisan ini menunjukan bahwa manusia pada masa itu berusaha untuk menujukan tingkat kecerdasan kemampuan mereka dalam melaksanakan kepercayaannya.  Semua yang digambarkan dalam lukisan gua pada masa prasejarah merupakan sebuah bentuk refleksi dari kehidupan yang di jalani pada masanya.
                Jadi, lukisan gua (rock art)  merupakan sebuah perwakilan kata-kata manusia pada masa itu yang ingin disampaikan kepada segenap masyarakatnya dan akhirnya menjadi bukti bagi manusia sekarang untuk mempelajarinya sekaligus merupakan inspirasi bagi seniman-seniman lukis untuk membuat sebuah karya lukisan dalam bentuk dan bahan yang berbeda. Lukisan yang terdapat pada dinding gua-gua yang ada ini bukan sekedar lukisan, karena lukisan itu diselimuti oleh suasana sakral dan religius. Melalui lukisan seseorang dapat berkomunikasi dengan kekuatan yang lebih tinggi (supranatural). Sehingga apa yang diharapkan dapat dikabulkan. Lukisan cap tangan juga bukan hanya sekedar lukisan, tetapi merupakan simbol belangsungkawa dan perjalanan dalam “dunia lain”. Ini artinya bahwa lukisan-lukisan yang terdapat pada dinding gua-gua memiliki nilai religius dan sosial-ekonomi.

Daftar Pustaka

1. Poesponegro, Marwati Djoened. (2008). Sejarah Nasional Indonesia I "Zaman Prasejarah di     Indonesia". Jakarta: Balai Pustaka
2. Permana, Cecep Eka. 2008. Kuliah Umum Lukisan Prasejarah. Depok. (dalam format pdf)
3. Whitley, David. S. 2005. Introduction to: Rock Art Research. California: Left Coast Press, inc
4. Sumiarti AS.  1984. “Lukisan Manusia di Pulau Lomblen (Tambahan Data Hasil Seni Bercorak Prsejarah), Flores Timur”. Berkala Arkeologi V. Yogyakarta:  Balai Arkeologi Jakarta
5. Nasrudduin. 2004. Kalpataru (Majalah Arkeologi) “Temuan Tanda Tangan dan Potensi Situs Gua-gua Hunian di Kawasan Pergunungan Marang, Kalimantan Timur”.). Kalpataru (Majalah Arkeologi Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Deputi Bidang Sejarah Dan Purbakala, Asisten Deputi Urusan Arkeologi Nasional
6. Prasetyo,Bagyo, D.P Bintarti, dkk. 2004. Religi pada masyarakat Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Kemenbudpar, Proyek Penelitian dan Pengembangan Arkeologi



No comments: